TATA RIAS BUSANA PENGANTIN SOLO
Tata rias busana adat pengantin Jawa
Solo / Surakarta adalah suatu bentuk karya budaya yang penuh makna filosofi
tinggi. Tradisi tata rias busana ini terinspirasi dari busana para bangsawan
dan raja keraton Kasunanan Surakarta serta Istana Mangkunegaran, Jawa Tengah.
Tata rias busana pengantin Solo
tidak mempunyai banyak ragam dan gaya seperti tata
rias busana pengantin Jogja. Namun tentu tidak kalah memikat
dan indah untuk dilihat. Ada gaya tata rias dan busana pengantin Solo Putri dan
tata rias busana pengantin Solo Basahan.
Untuk tata rias busana pengantin Solo Putri, pengantin pria menggunakan baju beskap langenharjan dengan blangkon dan batik wiron bermotif Sidoasih prada. Mempelai wanita menggunakan kebaya panjang klasik dari bahan bludru warna hitam berhias sulaman benang keemasan bermotif bunga manggar dan bagian bawah berbalut kain motif batik Sidoasih prada.
Untuk tata rias busana pengantin Solo Putri, pengantin pria menggunakan baju beskap langenharjan dengan blangkon dan batik wiron bermotif Sidoasih prada. Mempelai wanita menggunakan kebaya panjang klasik dari bahan bludru warna hitam berhias sulaman benang keemasan bermotif bunga manggar dan bagian bawah berbalut kain motif batik Sidoasih prada.
Tata rias pengantin wanita Solo
Putri laksana putri raja dengan paes hitam pekat menghiasi dahi. Rias rambut
dengan ukel besar laksana bokor mengkureh (bokor tengkurep), berhias ronce
melati tibo dodo, diperindah perhiasan cundhuk sisir dan cundhuk mentul di
bagian atas konde.
Selain Solo
Putri gaya pengantin Solo yang terkenal adalah Solo Basahan. Busana Solo
Basahan berupa dodot atau kampuh dengan pola batik warna gelap bermotif
alas-alasan (binatang) dan tetumbuhan hutan. Seiring berjalannya waktu, pilihan
motif dan corak warna dodot semakin beragam namun pilihan motif batik kain
dodot tetap berpegang pada filosofi derajat mulia yang layak dikenakan pasangan
pengantin.
Makna dari
busana basahan adalah simbolisasi berserah diri kepada kehendak Tuhan akan
perjalanan hidup yang akan datang. Busana basahan mempelai wanita berupa kemben
sebagai penutup dada, kain dodot atau kampuh, sampur atau selendang
cinde, sekar abrit (merah) dan kain jarik warna senada , serta buntal berupa
rangkaian dedaunan pandan dari bunga-bunga bermakna sebagai penolak bala.
Busana
basahan pengantin pria berupa kampuh atau dodot yang bermotif sama dnegan
mempelai wanita, kuluk (pilihan warnanya kini semakin beragam, tidak hanya biru
sebagaimana tradisi Keraton) sebagai penutup kepala, stagen, sabuk timang,
epek, celana cinde sekar abrid, keris warangka ladrang, buntal, kolong keris,
selop dan perhiasan kalung ulur.
Busana
Sikepan Ageng / Busana Solo Basahan Keprabon adalah salah satu gaya busana
basahan yang diwarnai dari tradisi para bangsawan dan raja Jawa yang hingga
kini tetap banyak diminati. Mempelai pria mengenakan kain dodotan dilengkapi
dengan baju Takwa yakni semacam baju beskap yang dulu hanya boleh dipergunakan
oleh Ingkang Sinuhun saja. Untuk mempelai wanita memakai kain kampuh atau dodot
dilengkapi dengan bolero potongan pendek berlengan panjang dari bahan beludru
sebagai penutup pundak dan dada.
Sumber Tulisan : Majalah Mahligai Edisi Ke- 4 2007
Sumber Foto : http://purikamaratih.multiply.com
No comments:
Post a Comment